SUASANA mendadak menjadi horor.
‘Wadoouuhh’ ‘Arrrggghhhhhhh sakit pak’. Suasana kelas berubah mencekam. Seperti
ada siksaan di alam sekolah.
Dua minggu setelah MOS, gue sudah
benar-benar sah sekolah disini. Banyak hal yang menarik gue alami, mulai dari guru-gurunya
yang cantik kemudian yang santai sampai pada akhirnya gue bertemu dengan
seonggok guru yang killer binti ganas.
Ganas gak, soalnya guru yang satu
ini sangat disegani oleh para muridnya, bahkan sangat dekat sekali ketika di
luar jam sekolah. Tapi kalau sudah di dalam lingkungan sekolah, dia ganas, liar
dan buas (gak kayak gitu juga sih sebenernya). Bisa di kategorikan seperti hulk
yang tidak hijau.
‘Ya, bagus sih’ kata temen gue Joni.
‘Bagus, apanya yang bagus’ sahut gue
setengah sewot
‘Ya, bagus lah. Mana ada guru yang
kalo di luar dia deket sama murid, tapi kalo di lingkungan sekolah dia ganas,
bahkan di takuti.
‘Justru itu’ gue mencoba ngotot ‘Kan
aneh, kalo kita melihat hal seperti itu, atas dasar apa coba dia bisa ganas di
sekolah, tapi kalo di luar jam sekolah malah deket sama siswa.
‘Ya, itu ciri khas dia kali’
‘Ya, ciri khas ya. Apa ciri khas
seorang guru harus nyubit kulit tetek segala’ ? tanya gue.
Hening.
Gue
bengong dengan mata melotot gede persis kaya ikan mas koki yang siap mau
belajar masak. Gue rasa temen gue udah mulai ketuker sama profesi belajar
mengajar dengan artis balikpapan (bukan papan atas).
PROBLEM gue sekarang adalah. Ehh. Tunggu
dulu, ini bukan problem gue aja, ini problem para siswa laki-laki di sekolah
ini. Sebagai laki-laki normal, kulit tetek gue harus di selamatkan kalau tidak,
tiga tahun gue sekolah disini dada gue kempes dan hancurlah masa depan. Untuk
lebih mudah memanggilnya, gue bisa bilang guru itu dengan sebutan “Hell boy”.
Bukan merk sabun ya.
Oke, sedikit penjelasan. Guru ini
bermata pelajaran Bahasa Arab. Sudah mencetak 24 gol dari 18 pertandingan yang
sudah di lakoninya. (ini kenapa jadi berita bola).
Sesuai kata gue tadi, gue udah dua
minggu sekolah disini, minggu pertama guru ini belum mencubit kulit dada gue
atau para siswa laki-laki di kelas gue. Karena masih perkenalan. Hell boy
masuk tiap hari selasa atau satu kali dalam seminggu. Di minggu pertama
kemarin, Hell Boy sudah menulis beberapa Bahasa Arab di papan tulis, sampai pada
akhirnya papan tulis itu terlalu kecil karena banyak sekali yang harus kami
tulis, sampai-sampai gue belum selesai mencatat karena saking banyaknya tulisan
keriting di papan tulis. Dan gue pinjam catatan temen sebangku gue yang
ternyata dia belum selesai juga.
Setelah Hell boy selesai mencatat
di papan tulis, kemudian dengan suara keras dia berkata.
‘Minggu depan, semua yang ada di
papan tulis ini di hafalkan’
‘Astagfirulloh’,
secara refleks gue nyebut. Papan tulis di depan kelas, yang penuh huruf arab
keriting itu dihafalkan semua. Ya semuanya.
‘Semuanya ya pak’ salah satu temen
gue berteriak dari belakang
‘Iya, semua. Minggu depan sudah
hafal semua, kalo tidak. Awas.’
Gue
nelan air ludah. Gue manggut-manggut sejenak, di kelas gue ada siswa yang
beragama non-muslim. Kalo semuanya ikut menghafal, berarti non-muslim juga ikut
baca bahasa arab. Oke, masa gue kalah sama mereka. Hafalan Bahasa Arab ya. Hm.
Seingat gue, gue cukup jago dalam soal menghafal. Contohnya gue hafal angka
satu sampe seratus, lancar tanpa ada masalah dengan penyebutan kata. Bahasa
Arab sih, ini terlalu gampang buat gue, ya terlalu gampang untuk seorang siswa
yang gampangan.
MENURUT riset, kalo seseorang ada tugas
dalam bentuk hafalan, menghafalah pada malam hari. Gue coba praktekin di malam
hari, bukan hafal malah diserang nyamuk. Dan beberapa saat gue ngantuk.
‘Maktabun, maktabani. Meja’ jerit
gue dari kamar
‘Kursiyun, kursyani. Kursi’
‘Madrosatun, mad.....’
ZzzzZzzzZZzzZzz
Gue
sukses ketiduran.
Ketahuilah saudara-saudara,
menghafal dalam waktu satu minggu dengan hafalan yang tebal halamanya seperti
buku panduan mengendarai jet pack, tidaklah cukup. Bahkan setahun pun
tidak cukup. Hell boy keterlaluan. Kalau sudah seperti
ini, tidak ada pihak yang harus di salahkan. Gue mau nyalahin Hell boy,
dia guru, mau nyalahin bunda mengandung ya gak mungkinlah. Jangan salahkan
bunda mengandung, tapi salahkan ayah yang....... Lo tau gue mau ngomong apa
kan. ?
Hari semakin mepet, besok udah hari
Selasa. Gue megap-megap, nafas kembang kempis, langit kelap-kelip, lampu on off
on off.
Gue gak tau lagi harus ngapain, gue
sudah mencoba untuk menghafal tapi, percuma. Gue gak hafal-hafal juga. Masya
Allah.
‘Maktabun, maktabani. Meja’ jerit
gue dari kamar
‘Kursiyun, kursyani. Kursi’
‘Madrosatun, mad.....’
ZzzzZzzzZZzzZzz
Gue
sukses ketiduran. Lagi. Sempoa (bukan sumpah) gue gak hafal-hafal, gue udah
mencoba berbagai usaha seperti menghitung domba, baca novel dan lain-lain. Tapi
malah tambah ngantuk. Dan alhasil ketiduran. Gue juga bahkan mengingat
perkataan Hell boy kemarin akibat tidak menghafal pelajaranya.
‘Iya, semua. Minggu depan sudah
hafal semua, kalo tidak. Awas.’
Gue
gak tau arti dari kata awas itu, atau mungkin dia menganjurkan untuk hati-hati
kalau mau naik motor, atau arti dari kata awas dia adalah jangan lupa pake helm
selagi berkendara khususnya roda dua, yang saat itu gue mulai ketuker sama
profesi Polisi.
GAK ada yang bisa gue lakukan selain
berharap tidak terjadi apa-apa di sekolah besok. Pengalaman gue soal hafal
menghafal ternyata minim, ini hafalan bukan sembarang hafalan, yang gue hafal
ini tulisan keriting khas Arab. gue rasa orang yang khatam pun sulit menghafal
juga. Gue gak bohong, banyak banget yang harus di hafal.
Temen baru gue yang gue dapat
dikelas, Ferdy sempet kerumah gue sebelum menuju esok Selasa.
‘Gimana tur’ sapa dia lesu ‘udah
hafal’ ?
‘Belum cuy, lo sendiri gimana’
‘Wayyyyyy, gila tu guru, hafalan
panjang banget, gue rasa itu bukan hafalan deh, lebih kaya novel 7000 karakter’
keluh dia dan diakhiri dengan decak kagum atas panjangnya hafalan tersebut. Dan
gue hanya bisa membalas dengan tertawa ringan.
‘Hahaha’ tawa gue mencoba meredam suasana
canggung atas pembicaraan yang membahas hafalan tadi ‘Sama aja kaya gue, gue
belum hafal’
‘Jadi gimana besok ?’
Gue mencoba sok cool ‘Ya gue rasa temen-temen yang lain belum hafal juga, santai
aja deh’ gue akhiri dengan pukulan kecil di dada gue.
Ferdi
cuma manggut-manggut.
Pembicaraan
kami selesai, gue coba menghafal untuk yang terakhir kalinya, sembari berharap
tidak terjadi apa-apa di esok Selasa.
Gue udah coba berbagai usaha agar
bisa hafal secepat mungkin, dan hafalan ini ternyata cukup ampuh untuk membuat
kualitas tidur gue lebih baik. Hafalan ini seolah mempunyai obat bius, tidur
gue menjadi lebih nyenyak karena banyaknya huruf keriting yang harus gue baca.
Dan di hafal. Dan di ingat. Dan mati.
Gue
tidur dengan wajah dibawah bantal. Berharap juga mata ini cepat tertutup hingga
esok pagi tiba. Prustasi ? Jelas, ini akan menjadi minggu kedua gue di sekolah
itu dan gue awali dengan kemungkinan di hukum karena tak menghafal tugas. Ya
mungkin.
Gue udah berencana untuk bangun di
subuh hari, karena kata orang tua, kalau mau menghafal itu waktu subuh, tapi
sebelum itu minum air putih dulu baru lanjut bacanya. Gue ingat itu dari
kata-kata nenek gue. Gue gak peduli nenek gue tau dari mana, tanpa kompromi gue
setel jam alarm HandPhone gue jadi jam 05.00 pagi. Kalau malam gue gagal
menghafal, setidaknya subuh nanti gue harus bisa menghafal.
Secercah harapan pun muncul dari
benak gue.
AKHIRNYA Selasa pun tiba. Hari yang
dinanti bagi orang yang selesai mengahafal, dan hari yang naas bagi gue yang
belum hafal sampai sekarang. Karena dengan biadapnya gue tidur dengan
mengabaikan alarm yang gue buat semalam. Alhasil gue bangun kepagian dari jam
yang gue rencanakan. Oke gue putus asa, pagi ini gue bangun dengan susah payah,
setelah dengan kampretnya gue gagal bangun subuh untuk menghafal.
Dan setelah gue cek, ternyata letak
permasalahanya adalah. Gue lupa mengatur nada ponsel gue menjadi lebih besar
dari biasanya. Sebelum itu HandPhone gue menggunakan nada tingkat rendah.
Pantas gue gak bangut kampret.
Gue
keluar dari kamar dengan wajah tertutupi oleh handuk, berjalan menuju kamar
mandi bak kura-kura yang baru patah punggung. Sontak membuat nenek gue
bertanya-tanya akan kondisi gue saat itu.
‘Kenapa tur’ tanya Nenek gue yang
lagi ngaduk kopi.
‘Gak ada apa-apa’ jawab gue mantap
dengan handuk masih menutupi kepala. Yang saat itu gue sempat mampir dulu ke
meja makan untuk nyeruput kopi gue yang di buat nenek, sembari berharap ngantuk
gue hilang setelah gue bangun dengan gagalnya gue menghafal tugas.
Si
ungu gue siap untuk menggendong gue ke sekolah hari ini (baca;motor). Dengan
pakaian lengkap putih abu-abu plus dasi mengikat di leher gue, gue siap menjalani
apa yang akan terjadi pagi ini. Apa yang akan terjadi, terjadilah.
Ternyata pagi ini gak sedingin yang
gue bayangin. Penyesalan pun datang setelah gue gak bawa jaket. Tapi, tidak ada
yang lebih menyesal dari gagalnya gue menghafal tugas. Beberapa langkah gue
berjalan menuju kelas, gue melihat siswa-siswa yang lain dengan wajah yang
ceria menyambut pelajaran pertama di pagi ini. Tidak seperti gue yang berwaja
suram karena takut terjadi apa-apa pada diri gue setelah gue gak hafal sama
sekali tugas itu. Kalian pasti akan merasakanya juga.
Beberapa langkah lagi gue menuju
kelas gue. Karena kelas gue kebetulan yang paling ujung, gue mendengar seperti
suara dukun yang sedang menjampi-jampi pasienya. Kurang lebih suara yang gue
dengar dari kejauhan seperti. Wesjuwesjuewjsjuwesjuhanhyyuiwjwsesokluh. Karena
penasaran, gue mencoba mempercepat langkah gue menuju kelas. Semakin dekat,
semakin dekat lagi dan yang gue lihat adalah.
Segerombol manusia yang ternyata
sedang menghafal tugas Bahasa Arab hari ini. Di kelas. Semuanya, termasuk yang
non-muslim juga menghafal. Ternyata suara yang kaya mbah dukun itu adalah suara
mereka yang sedang menghafal. Suara satu dengan suara yang lain saling
bertabrakan sampai ada yang marah.
‘WOY, BERISIK. JANGAN KUAT-KUAT GUE
MAU MENGHAFAL NI’
‘ADA JUGA LO YANG BERISIK. LO CARI
TEMPAT LAIN SANA’
Gue
gak nyangka, ternyata tugas ini bisa membuat orang jadi lebih emosi. Dan bukan
tidak mungkin ada yang berkelahi karena satu tugas doang.
Hell boy benar-benar luar biasa.
Kelas
memang berisik pagi ini. Tentu sebagai siswa pada umumnya yang sering membuat
tugas di sekolah, gue mencoba membuka lahan menghafal di salah satu kursi yang
gue pinjam untuk menghafal juga. Tapi, percuma. Gak bisa juga. Gue gak hafal
juga.
Ya lo bayangin sendiri, gimana mau
konsentrasi menghafal kalau satu kelas semuanya menghafal juga. Dengan suara
yang keras. Suara mereka beradu kencang. Seperti ada perlombaan paduan suara
dengan nada abstrak. Gue yakin gak ada yang berhasil kalau begini terus.
Sebagian orang bilang, kalau hari
Selasa itu hari sial. Semoga orang itu salah dan orang itu yang mendapat
kesialan.
‘Eh, lo udah hafal Bahasa Arab
belum’ sapa teman gue Jansen dengan pukulan kecil di pundak gue.
‘Belum sen’ jawab gue lesu.
‘Weis, sama kita bro’ sambil
mengangkat tangan kananya, seolah ingin tos dengan gue, dan dengan bodohnya,
gue langsung menepuk tangan gue ke arah tangan dia ‘Tos’ kata Jansen.
Mungkin
percakapan gue dengan Jansen lebih seperti dua orang siswa idiot yang
sebenarnya tidak tau yang akan mereka hadapi.
Temen gue yang satu itu memang rada
idiot gitu. Kayaknya satu minggu gue sekolah disini bakal menjadi tiga tahun
yang mengerikan untuk kedepanya.
‘Woy tur, lo udah hafal ?’ temen gue
Ferdy nanya.
‘Belum bung’ jawab gue lesu.
Untungnya
temen gue yang satu ini, lebih normal dibanding Jansen, karena Ferdy gak ngaja
gue Tos bareng.
BEL masuk. Jam pertama adalah Bahasa
Arab. Secercah harapan pun muncul dari benak gue. (semoga Hell Boy kepeleset di
kamar mandi terus patah punggung dan gak jadi masuk) atau (semoga dia lupa
kalau sebenarnya dia bukan guru Bahsa Arab tapi Bahsa Jerman). Kira-kira
seperti itu harapan gue.
Namun, harapan tinggalah harapan.
Ternyata dia gak kepelset dan gak lupa kalau dia guru Bahasa Arab. Oke. Gue
siap. Gue siap. Gue siap. Gue ulangi terus kata-kata itu sampai gak ada gunanya
lagi. Dengan suara lantang bin keras.
‘Hah. Sudah hafal semua’ dengan
suara keras persis kaya toa Masjid. Dan seisi kelas pun terdiam. Tidak banyak
yang menjawab ‘belum’. Itu pun menyebut dengan bibir di kulum.
‘Loh. Kenapa diam. Ada yang hafal
belum ?’ tanya Hell Boy sekali lagi. ‘Atau saya panggil satu
persatu’ sambung dia, dan diiringi keluhan siswa sekelas termasuk suara gue
tercampur disana.
‘Waduh, jangan pak, iya pak. Jangan pak.
Gimana minggu depan aja pak’ tanpa pikir panjang Hell boy memanggil satu
persatu siswa. Dengan suara lantang dia memanggil.
‘Budyansyah’ masih dengan suara
keras. Dan orang yang di panggil pun ketar ketir keringat dingin.
‘Waduh. Mati gue. Gue boleh mati
sekarang gak ?’ Budi mencoba menghibur diri.
‘Mana yang nama Budyansyah. Cepat
maju atau saya yang kesan’ masih dengan suara keras. Gue rasa pagi ini Hell Boy
sarapan toa punya sekolah.
Tanpa pikir panjang, Budi pun maju
kedepan dengan langkah terluntai-luntai.
‘Kamu sudah hafal Budi ?’ tanya Hell
Boy sekali lagi. Dengan lesu Budi menjawab.
‘Belum pak.’ Dan tanpa pikir panjang
tangan kanan seorang Hell Boy pun menuju dada Budi yang tepos,
dengan cubitan sedikit ke arah tetek Budi. Dan
berkata ‘Makanya lain kali di hafal’. Suara Hell Boy tertutupi oleh
erangan Budi yang kesakitan di daerah sekitar dada sampe tetek.
‘Arrggggggghhhhhhhhs sssssshhhshshshshs sakit pak’. Desis budi bak seokar ular
yang baru patah leher sambil menggosok tangan ke arah tetek Budi yang kesakitan
setelah mendapat cubitan kecil dari Hell
Boy.
Melihat
kondisi seperti Budi, gue mencoba berpikir eskrim (bukan ekstrim). Seandainya
gue bisa berubah menjadi cewek dalam sekejap. Gue pasti selamat dari ancaman
cubitan tetek dari Hell Boy. Gak perlu risau atas hukuman yang
di terima ole para lelaki. Karena seorang guru laki-laki juga gak akan mungkin
mencubit tetek perempuan. Dan di saat itu pula gue berpikir. Seandainya semua
siswa disini isinya wanita semua, pasti tidak ada problem seganas ini yang
mengharuskan dada membiru setelah belajar Bahsa Arab. Dan di saat itu juga gue
berpikir lagi. Kayaknya gue nyesel terlahir sebagai cowok. Bagaimana tidak,
semua wanita di kelas ini terlihat santai tanpa memikirkan tetek mereka di
cubit.
Ada beberpa cewek merespon dengan
macam-macam perasaan. Ada yang jijik. Ada yang prihatin dan ada juga yang
merasa simpatik melihat semua cowok di cubit teteknya.
‘Aduh. Sakit ya. Kasian’
‘Aww. Pasti sakit’ kata mereka yang
berkelamin cewek.
Dan
ketika nama gue di panggil, gue berpikir. Mungkin kalau gue ngondek mungkin
Hell Boy gak perlu nyubit tetek gue. Tapi gue gagal.
‘Hah. Kamu Guntur Oktama’ masih
dengan suara ganasnya.
‘Iya pak’ jawab gue lemah. (ya tuhan
ambilah aku. Mati)
‘Belum hafal juga ?’
‘Bbe belum pak’ jawab gue. Dan tanpa
pikir panjang Hell Boy langsung tanganya menuju dada gue
dan mencubit dengan gigi atas dan gigi bawah Hell Boy saling beradu
karena geram. Badan gue seolah mengikuti tangan dia, ke arah mana tangan itu
pergi, dada gue pun juga ikut.
Nasihat dia seolah tertutupi oleh
suara erangan gue yang kesakitan. ‘Waadddaaaaaaoooouuh, sakit pak’ sambil
menggosok-gosokkan tetek gue dengan tangan seolah rasa sakit itu berkurang.
Pedih.
DAN pada akhirnya, semua siswa
laki-laki pun berdiri semua di depan setelah mendapat hukuman dari sang Hell Boy.
Gue dan yang lainya seolah mendapat hukuman ganda. Setelah tetek gue di cubit
dengan kampretnya, gue pun harus berdiri lagi sampai jam pelajaran selesai.
Bersama dengan siswa laki-laki yang lainya.
Cubitan itu bahkan bukan Cuma
sekali, tapi dua kali. Di kiri dan di kanan. Tidak sedikit yang menguluh bahwa
cubitan Hell Boy mengenai puting mereka. Temen gue Robi bahkan masih
sempat-sempatnya di balik kesusahan itu, dia sempat membanding-bandingkan
dengan dada gue mana yang gede tanda cubitanya.
‘Eh, liat dada lo’ dengan suara
mantap ‘Gila gue gede nih’
‘Mana, gedean gue tau’ jawab gue
mantap juga ‘Nih lo lihat birunya ada dua, lo masih kecil’
‘Hahahaha’ tertawa besar dia mencoba
mencairkan suasana ‘Gila tur, kita baru dua minggu sekolah disini, dada kita
udah biru’
‘Iya Rob’ bisik gue ke dia ‘Tiga
tahun kita disini, dada kita bakal kempes Rob, gimana nih’
‘Dada kita baka kapalan tur’
‘Maksud lo, di tetek kita bakal
tumbuh kapal. Gitu ?’ tanya gue pura-pura bego.
‘Ya. Bisa jadi sih’ dan di akhiri
ole tawa besar dia, seolah tertawanya itu mengindikasikan bahawa sebenarnya
tidak terjadi apa-apa. Ya. Kecuali kalau dia lagi mabok.
Sepertinya
ini bakal menjadi awal dari kebodohan gue bersama teman-teman yang gue dapat di
SMA N 10 Batang Hari. Dan di saat itu juga gue berharap Hell Boy akan kepeleset
di kamar mandi dan patah punggung atau dia lupa sebenarnya dia bukan guru Bahsa
Arab. Maka terhindarlah kami dari cubitan tetek dari Hell Boy.
0 komentar:
Posting Komentar